“Jadi kalau buat Bank Jago sendiri, kami itu selalu prudently looking to the market dan selalu harus agile untuk menyikapi tantangan-tantangan itu, termasuk termasuk what ever happened yang terjadi belakangan ini (deflasi),” ujar Arief di Yogyakarta, Sabtu.
Arief menyampaikan, jika dilihat dari indikator ekonomi, suku bunga acuan Bank Indonesia kini mulai turun dan laju inflasi juga relatif terkendali. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga stabil dan defisit APBN dijaga di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Tapi kita juga melihat ada faktor-faktor yang kita harus perhatikan. Indikasi seperti misalnya penurunan daya beli dari segmen menengah ke bawah, istilah “makan tabungan” dan sebagainya. Apakah dampaknya sekarang dirasakan seluruh Indonesia saat ini? Jawabannya mungkin belum. Tapi di partner kita mungkin ada yang sudah mulai merasakan,” kata Arief.
Bank Jago berkolaborasi dengan sejumlah mitra strategis, seperti ekosistem GoTo yang terdiri dari Gojek, GoPay, dan Tokopedia-TikTok serta ekosistem keuangan digital Bibit dan Stockbit.
Bank Jago mengembangkan Aplikasi Jago (Jago App) yang dirancang untuk tertanam di berbagai ekosistem digital tersebut sehingga dapat disesuaikan (customized) dan dipersonalisasi (personalized) agar kompatibel dengan teknologi pelaku ekosistem dan kebutuhan masing-masing nasabah pengguna.
Sebagai contoh, Bank Jago berkolaborasi dengan GoTo Financial dalam bentuk GoPay Tabungan by Jago. Ini merupakan produk kolaborasi antara bank dan perusahaan financial technology (fintech) pertama di Indonesia yang menggabungkan layanan uang elektronik (electronic money) yang simpel dengan keunggulan bank.
Selain itu Bank Jago berkolaborasi dengan Bibit dan Stockbit untuk menyediakan produk dan layanan keuangan yang saling terkoneksi. Kolaborasi mendalam antara bank berbasis teknologi dengan agen penjual reksa dana (APERD) dan platform investasi saham online tersebut memungkinkan nasabah mengelola keuangan dan berinvestasi secara mudah, cepat, dan mulus.
“Kita di Bank Jago selalu secara berkala kita me-review bersama-sama dengan partner kita bagaimana kita bisa melihat tren tersebut dan juga mungkin mengatasinya atau mengantisipasinya sedini mungkin. Dan is there anything yang kita bisa bantu partner-nya kita supaya juga bisa memitigasi atau soften impact dari hal-hal tersebut,” ujar Arief.
Arief menegaskan, bagi pihaknya, kemitraan bukan hanya sekedar menyediakan pendanaan atau produk, namun juga dapat bertumbuh bersama.
“Buat kita, partnership adalah bagaimana kita bisa berjuang bersama-sama dengan partner kita, termasuk di kala partner kita mengalami kesulitan-kesulitan dan sebagainya. Ini yang menjadi sebenarnya DNA-nya kita dalam berpartner dengan teman-teman partner kita. Jadi mungkin itu cara kita meng-address hal-hal-hal yang kita hadapi saat ini,” kata Arief.
Tren deflasi selama lima bulan belakangan menjadi alarm peringatan. Tren deflasi telah berlangsung sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, 0,03 persen pada Agustus, dan 0,12 persen pada September. Pemerintah pun akan menyiapkan langkah antisipasi untuk menghadapi tren tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut tren deflasi yang sudah berlangsung selama lima bulan berturut-turut tidak berkaitan dengan pelemahan daya beli sebab, deflasi terjadi pada komponen harga bergejolak (volatile food). Sementara itu, pelemahan daya beli seharusnya terefleksi pada komponen inflasi inti (core inflation), yang hingga September 2024 masih mencatatkan inflasi.
Baca juga: Bank Jago ajukan konsep “responsible lending” di program SDGI 2024
Baca juga: Dana pihak ketiga Bank Jago tumbuh 47 persen pada semester I 2024
Baca juga: Bank Jago dorong perempuan terus asah kecerdasan dalam kelola keuangan
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024